Archive for the ‘Uncategorized’ Category

BAB 1

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat  menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.

Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-servikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7 mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia).

Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu menguasai dan memmahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cedera servikalis. Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan teori dengan baik dan terampil.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. ANATOMI

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.

Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :

ligamen’ta fla’va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk “ligamen kuning,” dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak.

Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul.

Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk melebar “V” yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan C1,

Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.

Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu .

Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .

Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang.

Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

  1. Definisi

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2.

Trauma leher adalah suatu benturan yang mengenai bagian leher ( tenggorokan ) sebagai akibat terkena benda tumpul ataupun benda tajam.

  1. Etiologi

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

  1. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

  1. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

  1. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA LEHER

  1. PENGKAJIAN DATA
  2. Data subjektif
  • Klien mengatakan nyeri pada daerah luka
  • Klien mengatakan sulit bernafas
  • Klien mengatakan sulit bicara
  • Klien mengeluh nyeri bila menelan
  • Keluarga mengatakan klien terkena benda tajam
  • Keluarga mengatakan klien dianiaya
  1. Data objektif
  • Klien tampak sukar bernafas dan sesak nafas
  • Klien tampak batuk dan keluar darah
  • Klien tampak pucat dan gelisah
  • Klien tampak cyanosis
  • Tampak keluar darah berbuih pada leher karena perdarahan
  • Klien sulit berbicara
  • Tanda – tanda vital : TD : 130/90 mmHg         Pernafasan : 32 x / mnt  Nadi : 104 x / mnt,  Suhu: 36,9º C
  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  2. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada leher
  3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher
  4. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher
  5. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher
  6. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara
  • RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
  1. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada leher

Tujuan : tidak terjadi aspirasi kedalam paru – paru

Kriteria evaluasi :

  1. Perdarahan berhenti
  2. Tidak ada lagi cyanosis
  3. Klien tidak pucat

Intervensi keperawatan

  1. Kaji tingkat perdarahan dan jumlahnya

Rasional :  Perdarahan yang banyak dapat memberikan efek yang berbahaya sehingga harus selalu dipantau untuk memberikan tindakan dengan cepat dan tepat

  1. Observasi tanda – tanda vital

Rasional :  Tanda – tanda vital merupakan indicator untuk menegtahui bila terjadi penurunan kesadaran secara progresif

  1. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat

Rasional :  Untuk mencegah terjadinya aspirasi dan pengumpulan secret/ darah pada leher

  1. Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan trakeatomi

Rasional :  Tindakan trakeatomi dapat membersihkan/ mencuci luka, dieksplorasi dan luka dijahit kembali sehingga perdarahan berhenti

  1. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya membatasi gerakan dari kepala dan leher

Rasional :  Untuk meningkatkan pemahaman klien tentang apa yang dialami dan mau bekerjasama dalam memecahkan masalahnya

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher

Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih/ jelas

Kriteria evaluasi :

  • Klien tidak sukar bernafas
  • Klien tidak cyanosis
  • Klien tidak pucat dan gelisah

Intervensi keperawatan

  1. Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan

Rasional :  Perubahan pada pernafasan dapat terjadi akibat obstruksi sehingga pola nafas tidak efektif

  1. Tinggikan kepaa 30 – 45 derajat

Rasional :  Posisi ini memudahkan kerja pernafasan dan ekspansi dada

  1. Dorong batuk efektif dan nafas dalam

Rasional :  Memobilisasi untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan

  1. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen dan pemasangan intubasi trakeal

Rasional :  Pemberian oksigen dan pemasangan intubasi trakeal akan membantu kebutuhan oksigen klien

  1. Jelaskan pada klien tentang pentingnya batuk efektif

Rasional :  Untuk mengajarkan pada klien bahwa dengan batuk efektif akan memudahkan dalam bernafas

  1. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher

Tujuan : menunjukkan nyeri hilang/ ketidaknyamanan dengan menurunnya tegangan dan rileks, tidur dan istirahat dengan tepat

Kriteria evaluasi :

  • Klien tidak merasa nyeri
  • Klien tidak gelisah

Intervensi keperawatan

  1. Kaji tingkat nyeri, skala dan intensitasnya

Rasional :  Untuk mengetahui sejauh mana nyeri dirasakan klien sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat

  1. Sokong kepala dan leher dengan bantal, tunjukkan klien bagaimana menyokong leher selama aktivitas

Rasional :  Kurangnya sokongan, meningkatkan ketidaknyamanan dan dapat memperparah luka yang ada

  1. Berikan tindakan nyaman ( pijatan punggung, perubahan posisi ) dan aktivitas hiburan (melihat televisi, membaca, duduk )

Rasional :  Meningkatkan rileksasi dan membantu klien memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/ ketidaknyamanan dapat menurunkan dosis/ frekuensi analgetik

  1. Anjurkan penggunaan perilaku menajemen stress ( tehknik relaksasi, bimbingan imajinasi )

Rasional :  Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan analgetik dan meningkatkan penyembuhan

  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik

Rasional :  Analgetik dapat menghilangkan rasa nyeri

  1. HE tentang pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress

( Tehknik relaksasi dan bimbingan imajinasi )

Rasional :  Untuk meningkatkan pengetahuan klien betapa pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress bila ada nyeri

  1. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher

Tujuan : Menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi

Kriteria evaluasi :

  • Luka sembuh dengan baik
  • Tidak terjadi komplikasi

Intervensi

  1. Kaji warna kulit/ suhu dan pengisian kapiler pada area luka

Rasional :  Kulit harus berwarna merah mudah atau mirip dengan warna kulit sekitarnya sehingga bila ada kelainan perlu dicurigai adanya iskemi/ nekrosis jaringan

  1. Lindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan tekanan

Rasional :  Tekanan plester atau tegangan pada jahitan dapat menganggu sirkulasi

  1. Bersihkan luka dengan cairan garam faal ( NaCl 0,9 % )

Rasional :  Mencegah pembentukan kerak dan menghindari meningkatnya ukuran luka

  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotic

Rasional :  Antibiotik akan mencegah terjadinya infeksi dan dapat menyembuhkan luka dengan cepat

  1. jelaskan tentang pentingnya melindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan tekanan

Rasional :  Memberikan pemahaman pada klien bahwa luka harus dilindungi dari tegangan atau tekanan untuk memudahkan penyembuhan

  1. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara

Tujuan : Mengidentifikasi/ merencanakan pilihan metode berbicara yang tepat setelah sembuh dan mampu menyatakan kebutuhan dalam cara efektif

Kriteria evaluasi :

  • Klien dapat berbicara dengan lancar dan jelas
  • Klien mampu mengungkapkan kebutuhannya

Intervensi

  1. Kaji tingkat gangguan komunikasi bicara yang dialami klien

Rasional :  Untuk mengidentifikasi sejauh mana gangguan yang dialami klien sehingga dapat memilih tehknik komunikasi yang tepat

  1. Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan klien

Rasional :  Memungkinkan klien untuk menyatakan kebutuhan/ masalahnya

  1. Berikan waktu yang cukup untuk komunikasi

Rasional :  Kehilangan bicara dan stress menganggu komunikasi dan menyebabkan frustasi dan hambatan ekspresi

  1. Dorong komunikasi, terus menerus dengan dunia luar ( contoh : koran, televisi, radio, kalender dan jam

Rasional :  untuk merangsang klien didalam melakukan komunikasi dan meningkatkan kepercayaan diri klien

  1. Kolaborasi dengan tim kesehatan yang tepat, terapis, agen rehabilitasi

Rasional :  Untuk memberi kemampuan menggunakan pilihan suara dan metode bicara

  1. Jelaskan pada keluarga untuk selalu berkomunikasi dengan klien setiap saat

Rasional :  Untuk memberikan pemahaman pada keluarga klien bahwa Klien sangat memerlukan bantuan dari orang terdekatnya

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis, spasme otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu: hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu: stabil dan tidak stabil

Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan eksternal, tahap berikutnya adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

  1. Saran

Sebagai tenaga kesehatan professional, perawat hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan keperawatan pada penderita cegera servikal untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi. Sehingga dapat diharapkan dapat terwujud kesehatan pada klien cedera servikal secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku kedokteran EGC Edisi 2, Hlm 489.

Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C. Geisler, Rencana Asuhan keperawatan ( Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien ), Buku kedokteran EGC Edisi 3, Hlm 205 – 210, Tahun 2000

  1. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorokan, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id. Diakses tanggal  11 Maret 2011

Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency  Medicine. http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Eidelson, MD,  Stewart G.  2010 .Lumbar Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine. Diakses tanggal 23 Maret 2011

Khosama, Herlyani.Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis. http://neurology.multiply.com/journal/item/27. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Malanga, A.Gerrad.2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries. http://www.medscape.com . Diakses tanggal 11 Maret 2011

askep trauma leher

Posted: April 10, 2015 in Uncategorized

ASKEP TRAUMA LEHER

  1. PENGERTIAN
    • Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
    • Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
    • Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

 

  1. KLASIFIKASI

Terdapat 2 golongan besar yaitu :

  1. Dalam keluarga
    • Penganiayaan fisik, non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologik yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
    • Penelantaran anak/kelalaian, yaitu: kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa:
  • Pemeliharaan yang kurang memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan
  • Pengawasan yang kurang memadai. Menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa
  • Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan
  • Kegagalan dalam merawat anak dengan baik
  • Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
    • Penganiayaan emosional
      Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
    • Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital, anal, atau sodomi) termasuk incest.
  1. Di luar rumah
  • dalam institusi/ lembaga,
  • di tempat kerja,
  • di jalan,
  • di medan perang.

 

  1. ETIOLOGI
    Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
  • Stress yang berasal dari anak
    Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
    b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
    c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
    d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
    e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
  • Stress keluarga
    Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga.
    b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
    c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
    d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
  • Stress berasal dari orangtua, yaitu:
    Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
    b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
    c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
  1. MANIFESTASI KLINIS
    • Akibat pada fisik anak
      Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.
      b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
      c. Kematian.
    • Akibat pada tumbuh kembang anak
      Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
      Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
      b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:

 

  • Kecerdasan
  • Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
  • Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
  • Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
    • Emosi
    • Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
    • Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
  • Konsep diri
    Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
  • Agresif
    Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep harga diri.
  • Hubungan sosial
    Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
  • Akibat dari penganiayaan seksual
    Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
    Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
    Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
    Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
  • Sindrom munchausen
    Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
    Gejala yang tidak biasa/tidak spesifik
    Gejala terlihat hanya kalau ada orangtuanya
    Cara pengobatan oleh orangtuanya yang luar biasa
    Tingkah laku orangtua yang berlebihan

 

  1. EVALUASI DIAGNOSTIK
    Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan laboratorium.
    Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
    Penganiayaan fisik
    Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
    Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
    Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
    Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
    Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
    Pengabaian
    Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
    Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
    Penganiayaan seksual
    Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
    Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
    Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
    Pubertas prematur pada wanita
    Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
    Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
    Laboratorium
    Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
    Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
    Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
    Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
    Analisa rambut pubis

 

Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.

  1. PENATALAKSANAAN

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:

  • Pelayanan kesehatan
    Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
  1. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
    Individu
  • Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
  • Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
  • Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
  • Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
  • Pelayanan referensi perawatan jiwa
  • Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.

Keluarga

  • Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
  • Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
  • Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
  • Pelayanan sosial untuk keluarga

Komunitas

  • Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
  • Mengurangi media yang berisi kekerasan
  • Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
  • Kontrol pemegang senjata api dan tajam
  1. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress
    Individu

    • Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
    • Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
    • Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan
    • Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban

Keluarga

  • Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
  • Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
  • Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan pada korban

Komunitas

  • Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
  • Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
  • Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan anak.
  • Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat
  • Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
  • Kontrol pemegang senjata api dan tajam
  1. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan
    Individu
  • Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
  • Konseling profesional pada individu
    Keluarga
  • Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
  • Konseling profesional bagi keluarga
  • Self-help-group (kelompok peduli)
    Komunitas
  • “Foster home”, tempat perlindungan
  • Peran serta pemerintah
  • “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
  • Kontrol pemegang senjata api dan tajam
  • Pendidikan
    Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
  • Penegak hukum dan keamanan
    Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
  • Media massa
    Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

 

 

  1. ASUHAN KEPERAWATAN
  2. Pengkajian
    Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
    Psikososial
    1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
    2) Gagal tumbuh dengan baik
    3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
    4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
    Muskuloskeletal
    1) Fraktur
    2) Dislokasi
    3) Keseleo (sprain)
    Genito Urinaria
    1) Infeksi saluran kemih
    2) Perdarahan per vagina
    3) Luka pada vagina/penis
    4) Nyeri waktu miksi
    5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
    Integumen
    1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
    2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
    3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
    4) Bengkak.
  1. Diagnosa Keperawatan
  1. Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
  2. Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
  3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
  4. Resiko keterlambatan perkembangan b.d kerusakan tak akibat kekerasan.
  1. Intervensi
    Dx I: Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
    NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak, berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua.
    Intervensi:
  • Dukung pengungkapan perasaan
  • Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan menjadi orangtua
  • Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orangtua atau anak
  • Keterampilan model peran menjadi orangtua

Dx II: Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Status neurologis, dan status neurologis: kesadaran.

Intervensi:

  • Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral
  • Pantau status neurologis pada interval yang teratur
  • Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan pada gelombang TIK
  • Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan pantau perubahan selama dan sesudah aktivitas
  • Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda-tanda yang mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas kejang)
  • Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik yang merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas); diskusikan intervensi yang sesuai.

Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat total).
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total.
Asupan cairan secara oral atau IV
Intervensi:

  • Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan pasien
  • Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit
  • Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interval yang tepat
  • Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
  • Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
  • Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.

DAFTAR PUSTAKA

 

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.\

Situasi anak-anak Dunia, 1991. UNICEF

Adillah, Chairul. 1994. Penganiayaan Anak, Medika 3.

 

 

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

Posted: December 3, 2014 in Uncategorized

I.              Pengertian

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

 

  1. Patogenesis Ensefalitis

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

  • Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
  • Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

  • Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di

Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .

Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

 

Penyebab   Ensefalitis:

Penyebab terbanyak : adalah virus

Sering            : – Herpes simplex

– Arbo virus

Jarang              : – Entero virus

– Mumps

– Adeno virus

Post Infeksi     : – Measles

– Influenza

– Varisella

Post Vaksinasi : – Pertusis

Ensefalitis supuratif akut :

Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium dan T. Pallidum.

 

Ensefalitis virus:

Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.

 

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :

  • Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
  • Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

 

  • PENGKAJIAN
    1. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

  1. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

  1. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.

  1. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.

  1. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

  • Pertumbuhan dan Perkembangan

 

  1. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
    1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
      1. Kebiasaan

sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

  1. Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

  1. Pola Nutrisi dan Metabolisme
    1. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,

  1. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai

Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.

.

  1. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.

Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A,berat badan kurang dari normal.

Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992 ,umur 1  sampai 6 tahun

Umur (dalam tahun) x 2 + 8

Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.

Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.

Pengetahuan tentang nutrisi  biasanya pada orang tua anak yang kurang  pengetahuan tentang nutrisi.

Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.

 

  1. Pola Eliminasi
    1. Kebiasaan Defekasi sehari-hari

Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

  1. Kebiasaan Miksi sehari-hari

Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.

Jika kebutuhan cairan terpenuhi.

Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.

 

  1. Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

 

  1. Pola Aktivitas

a   Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.

b   Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.

Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM

 

Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .

Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane

berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan.

  1. Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain  biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

  1. Pola Persepsi dan pola diri

Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri

Yang meliputi Body Image ,seef Eslum ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.

  1. Pola sensori dan kuanitif
  2. Sensori

–  Daya penciuman                                                                           –  Daya  rasa                                                                   –  Daya raba

–  Daya penglihatan

–  Daya pendengaran

  1. Pola Reproduksi Seksual

Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.

  1. Pola penanggulangan Stress

Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran  :

–  Stress fisiologi à biasanya anak hanya dapat mengeluarkan

air mata saja ,tidak bisa menangis dengan                                             keras (rewel) karena terjadi afasia.

  • Stress Psikologi tidak di evaluasi
  1. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji

 

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG

 

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

 

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

 

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI

  1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
  2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
  3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
  4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
  5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
  6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
  7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
  8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
  9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
  10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

 

 

 

 

DIAGNOSA  KEPERAWATAN  I.

 

Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan:

–  tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

–  Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi

endogen

 

Intervensi

  1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.

  1. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan

Meningkosamia .

  1. Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

 

Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

Tujuan                        :

  • Tidak terjadi trauma

 

Kriteria hasil  :

  • Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

 

Intervensi :

  1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.

R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak

Tergigit.

Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

  1. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

  1. Abservasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

 

 

 

 

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN  III

 

Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

 

Tujuan            :

  • Tidak terjadi kontraktur

Ktiteria hasil  :

  • Tidak terjadi kekakuan sendi
  • Dapat menggerakkan anggota tubuh

 

Intervensi

 

  1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,

Terjadi kekacauan sendi.

R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau

Membantu program perawatan .

  1. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap

R/    Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor

  1. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam

R/    Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke

Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .

  1. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam

R/   Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila

Ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera

  1. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai

Indikasi

R/   Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang  spastik ulang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi,

Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

1997.

Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan

Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran

Salemba, Jakarta, 1986.

Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.

Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PATO  FISIOLOGI ENSEFALISTIS

Virus / Bakteri

 

 

Mengenai CNS

 

 

Insevalitis

 

 

 

 

Tik                                      Kejaringan Susu Non Saraf Pusat                 Panas/Sakit kepala

 

 

Muntah- muntah                   Kerusakan- kerusakan susunan              Rasa Nyaman

Mual                                               Saraf  Pusat

 

 

BB Turun

– Gangguan Penglihatan      Kejang Spastik

– Gangguan Bicara

Nutrisi Kurang           – Gangguan Pendengaran    Resiko Cedera

– Kekemahan Gerak                     Resiko Contuaktur

 

 

– Gangguan Sensorik

Motorik

 

PATO FISIOLOGI GIZI KURANG

Asupan Makanan Kurang

 

 

Defisiensi Protein Energi ( EDP ) Defisiensi Vitamin A

 

 

 

 

gangguan      Penurunan keadaan     aktivitas                       Hb                       sintensis ennim

pertumbuhan   albumin                   fagosit

 

 

 

BB rendah      oediem/asites           Daya tahan thd             anemia          ganguan Pencernaan

Infeksi                                           dan metabolisme

Gangguan

Pengankutan O2

Nutrisi        gangguan integritas     mudah infeksi                               gangguan nutrisi

Kurang        kulit                           /terkena infeksi

 

 

 

 

 

 

  1. Pengkajian tanggal 16-07-2001

Nama                         :           an . K

Jenis kelamin                        :           Laki-laki

Tempat dan tgl lahir :           Surabaya ,28-9-1997

Umur                          :           3th, 10 bulan

Anak ke                      :           II

Nama Ayah               :           Tn. Lr

Nama Ibu                   :           Ny. N

Pendidikan Ayah      :           S.M.P

Pendidikan Ibu         :           S D.

Agama                                   :           Islam

Suku Bangsa                        :           Jawa

Alamat                                    :           Kedurus IV A/ 20

Tgl masuk                  :           7-7-2001

Diagnosa medis       :           Ensefalistis +  gizi kurang

Sumber informasi     :           Ibu pasien

 

  1. Riwayat Keperawatan.
    • Riwayat keperawatan penyakit sekarang

Mulai tgl 29-06 panas badan meningkat,napsu makan menurun  makan mau kurang lebih 2 sendok, dibawah ke. Puskesmas tidak sembuh. Tgl 01-07. keluar gabagan ,panas mulai tiurun .tgl 04-07kejang dibawah ke RS. sumber kasih àMRS terus tgl 07-07 di rujuk MRS ke RS Dr soetomo,R Anak.

 

  • Keluhan Utama

Pasien mengalami kejang spastik selama kurang lebih 10 menit dan kurang lebih 4x / jam.

 

  • Upaya untuk mengatasi

Selama kejang spastik di RS mendapatkan terapi :

  • O2 nasal prong 2 lpm
  • Delantin 3x 25 mg per oral (sonde)
  • P valiun

 

  1. Riwayat keperawatan sebelunya

 

  • Prenatal
  • Natel : umur kehamilan 9 bulan lahir spontan BB lahir 3 kg, Pb 50 cm, waktu lahir anak segera menangis, napas spontan
  • Aler gi

Menurut ibunya klien belum pernah alergi terhadap makanan maupun minuman

  • Tumbuh kembang

Anak mulai berjalan umur 1 th, duduk umur 8 bl, tengkurap

Umur 4 bl, 9 bl sudah ngoceh, 1 th mulai berbicara mama,

Papa, dada sebelum sakit

 

 

  • Imunisasi : siudah lengkap

Bcrl 1x, Dtp 3x, Polio 4x, Campak 1x, Hepatitis 2x belum boster

  • Status Gizi

B.B sebelum sakit 15 kg

Saat ini BB 11,9 kg

Seharusnya BB : 2x 310+8= 15,8 kg

Jadi 11,9kg / 15,8 kg = 75,3 %= gizi kurang.

 

  1. Riwayat Kesehatan keluarga.
  • Komposisi keluarga

Keluarga yang tinggal dalam rumah adalah ayah, ibu dan tiga orang anaknya.

Sebelum klien sakit kakaknya sakit dahulu.

Riwayat penyakit keturunan (kencing manis,Hipertensi,jantung, penyakit jiwa,tidak ada)

 

  • Lingkungan Rumah dan Komunitas

Keadaan rumar bersih tapi ukuran kecil ukuran 3×5 m dihuni 5 orang lantai tekel biasa.

Kebiasaan mandi dengan air sumur, cuci baju, cuci piring, dll dengan air sumur.

Sumber air minum dari PDAM mempunyai kamar mandi dan wc sendiri.

Selokan sekitar rumah lancar, mengalir dengan baik. Rumah berdekatan dengan tetangga.

 

 

  1. Pengkajian dengan pendekatan pola

 

  1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Persepsi ibu tentang hidup sehat adalah keluarga tidak sulit

Dan menyangkut pemberian makanan yang bergizi 4 sehat

5 lima sempurna.

 

  1. Pola nutrisi dan metabolisme
    1. Pemenuhan nutrisi .

Saat ini anak tidak dapat menelan , tidak dapat makan / minum peroral . karena terjadi paralysis

Pada nekvius vagus sehingga terjadi gangguan proses  menelan .

Makan dan minum per-sonde , yang terdiri dari:

3×100 cc tem sonde .

1x1cc juice buah .

5x1cc susu dancow .

  1. Status Gizi.

Yang berhubungan dengan ,keadaan tubuh .

-postur tubuh, kurus , anak dalam keadaan gizi

kurang : 75,3% dari BB normal, LLA13,5 cm

seharusnya 16 cm. BB 11,9 kg. Seharusnya 15,8 kg

– Ubun-ubun sudah menutup / tidak cekung mulai                                                                        umur 18 bulan.

– Turgok normal,mulutagak kering dan pecah-pecah

 

  1. Pala eliminasi.
  2.            Kebiasaan defikasi terjadi gangguan frekuensi 1x                                sehari faeces keras,warna kuning bau normal.

Upaya untuk mengatasi kesulitan untuk defikasi

Minum juices kotes 1x 100 cc /hari dan K.P

Microlac.

 

  1. Kebiasaan mictic sehari-hari :

mengalami gangguan,anak sering ngompol

jumlah normal.

 

  1. Pola tidur dan istirahat
  1. lamanya tidur kurang lebih jam/hari.
  2. Penggunaan obat tidur 3×25 mg delantin (0800-14 00– 20 00 ).
  3. Suasana lingkungan rumah sakit cukup terang

Anak sering tidur karena mendapat obat penenang Delantin .

 

  1. Pola aktivitas
  2. Klien tidak dapat bergerak karena paralysis dan

Kesadaran Sobmolen-sopor

  1. Upaya penggerakkan sendi dilakukan latihan

Secara bertahap mulai dari ujung jari sampai

Kekuatan otot- otot

 

  1. Pola hubungan dan peran                                                            1.    Interaksi dengan orang lain

Saat ini tidak dapat dilakukan dengan orang

Lain karena anak menderita apasia .

  1. Interaksi dengan keluarga orang tuanya sering

melakukan komunikasi satu arah dengan                                   banyak bicara / ngomong sendiri, untuk                                                    merangsang pendengaran anak.

 

  1. Pola persepsi dan konsep diri

meliputi body image, self Estim, kekacauan

identitas tidak dapat dievaluasi karena belum dapat

diajarkan salah atau benar mulai umur >4 tahun

 

  1. Pola sensori dan kognitif:
  2. sensori

Daya penciuman

Daya rasa

Daya raba

Daya lihat

Daya pendengaran

 

 

 

  1. Kognitif

Tidak dapat dievaluasi karena anak afasia

 

  1. Pola reprodoksi Seksual

Testis sudah turun tidak ada pemosis

 

  1. Pola penanggulangan Stress

Pada anak K terjadi afasia anak tidak dapat menangis, hanya dapat mengeluarkan air mata

 

.  12.       Pola tata nilai dan kepercayaan

pada anak K belum dapat dievaluasi karena

baru dapat diajarkan membedakan baik dan

buruk setelah anak berumur > 4 tahun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ANALISA DATA

 

 

PENGELOMPOKAN

DATA

KEMUNGKINAN PENYEBAB

POHON MASALAH

      MASALAH
Tgl 16/7/2001

Data subyektif

          Virus/Bakteri

¯

– Ibu klien mengatakan anaknya sering spastik         Mengenai CNS

¯

Resiko Kontruaktur
Kerusakan Susunan Saraf Pusat
Data Obyektif                     ¯
– Anak sering spastik ± 3-4 kali dalam 3 jam               Kejang / spastik
                    ¯
         –   Kontraktur
         –   Resiko Trauma
           Data S Paralisys Otot- otot Menelan Gangguan Pemenuhan Nutrisi
Data Obyektif :                     ¯
– Teropong Sonde Asupan Nutrisi per-oral kurang
– Diet 3×100 cc tem sonde                     ¯
– Susu Dancow 6x100cc              Nutrisi kurang
Data : Daya Tahan Terhadap Infeksi Resiko Gannguan Integritas Kulit
S       : Ibu klien mengatakan anaknya tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya                      ¯
            Mudah Infeksi
                      ¯
         Gangguan Integritas
Data Obyektif :
– Tidak bisa bergerak
– Klien sering ngompol
(kulit sering basah )

 

 

 

 

 

 

 

 

Diagnosa keperawatan yang timbul :

  1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas b/d replek batuk tidak ada (paralysis)
  2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d perubahan pola makan
  3. Resiko kontraktur b/d kejang spastik berulang
  4. Terjadi abstipasi b/d kurangnya mobilisasi dan intake cair
  5. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun dan immobilisasi
  6. Resiko trauma b/d kejang spastik

Diagnosa keperawatan prioritas I

Ketidak efektifan bersihan jalan napas b/d replek batuk yang tidak

Ada

 

Tujuan :

Jalan napas bebas ( bersih / selam perawatan )

 

Kriteria Hasil

  • Jalan nafas bebas ( bersih )
  • Tidak ada suara napas tambahan
  • Tidak ada ronchi kanan / kiri
  • Tidak ada whezing kanan /kiri
  • R antara 20-28 x / menit

 

Intervensi

  1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab ketidak efektifan yang akan diberikan

R/  dengan diberi penjelasan diharapka ibu klien mengerti dan mau membantu semua tindakan yang diberikan.

  1. berikan nebulezer 2x sehari(pagi –sore)

R/  mengencerkan riak

  1. Lakukan seetion setiap ada riak / sekrit di mulut dan tenggorokan

R/  sekrit atau ludah yang berada di mulut dan tenggorokan hilang, jalan napas bebas.

  1. Abservasi tanda-tanda kardinal dan tanda-tanda sumbutan jalan napas setiap 3jam (0900-1200-1510-1800-2100-2410-0310-0600)

R/    Diteksi dini agar dapat dilakukan intervensi lanjutan.

Diagnosa keperwatan prioritas II

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d perubahan pola makan.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi (2 minggu)

Kriteria hasil :

  • Berat badan naik,LLA bertambah
  • Turgor baik
  • Conjungtifa merah mudah
  • Hb bertambah

 

 

 

Intervensi

1.Berikan penjelasan pada keluarga klien tentang penyebab gangguan  pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya

R/  Dengan diberi penjelasan keluarga diharapkan mengerti,dapat mendukung program perawatan yang diberikan

2.Berikan makan personde

3x100cc tim sonde

1x100cc juice buah

5x100cc susu dancow dengan rincian :

Jam 0800 tim sonde   100cc

Jam 1000 juice buah     100cc

Jam 12    tim sonde   100cc

Jam 1500 susu dancow 100cc

Jam 1800 tim sonde   100cc

Jam 2000 susu dancow 100cc

Jam 2300 susu dancow  100cc

Jam 0200 susu dancow  100cc

Jam 0600 susu dancow  100cc

R/  Dengan diberi makanan pen sonde diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

 

  1. Lakukan penimbangan berat badan setiap 3kali sekali

R/  Deteksi perubahan berat badan penurunan atau kenaikan berat badan sehingga evaluasi pemberian diit.

 

  1. Observasi gejala kardinal setiap 3jam(0900-1200-1500-1800-2100-2400-0300

0600)

R/   Deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan intervensi segera

 

Diagnosa keperawatan prioritas III

Resiko terjadi kontuaktur b/d kejang spastik berulang

 

Tujuan :

Tidak terjadi kontruktur (2minggu)

Kriteria hasil :

  • Tidak terjadi kotruktur
  • Klien dapat menggerakkan anggota gerak

 

Intervensi :

  1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastikdan terjadinya kekakuan sendi

R/  Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga  mengerti dan mau   mambantu rencana tindakan yang akan diberikan

  1. Lakukan latihan pasif secara bertahap mulai dari ujung jari secara bertahap.

R/  Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktur.

  1. Lakukan perubahan posisi setiap 2jam

R/  Dengan melakukan perubahan posisi di harapkan melatih otot-otot.

 

askep marasmus anak

Posted: December 3, 2014 in Uncategorized

A.    PENGERTIAN

  • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
  • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
  • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
  • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
  • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
  • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
  1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
  2. Sebagai cadangan protein tubuh.
  3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
  4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
  5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.

Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

 

B.     ETIOLOGI

  • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
  • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

 

C.    PATOFISIOLOGI

Kurang kalori protein akan  terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

 

D.    MANIFESTASI KLINIK

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

 

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :

  1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
  2. Lethargi
  3. Irritable
  4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
  5. Ubun-ubun cekung pada bayi
  6. Jaingan subkutan hilang
  7. Malaise
  8. Kelaparan
  9. Apatis

 

  1. PENATALAKSANAAN
  2. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
  3. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
  4. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
  5. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

 

Penanganan KKP berat

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.

Upaya pengobatan, meliputi :

  • Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
  • Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
  • Pengobatan infeksi
  • Pemberian makanan
  • Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.

 

Menurut Arisman, 2004:105

  • Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
  • Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
  • Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
  • Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
  • Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.

Menurut Nuchsan Lubis

Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :

  1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
  • cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
  • Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
  • Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
  • Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
  1. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
  • Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
  • Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
  • Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

 

  1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  2. Pemeriksaan Fisik
  3. Mengukur TB dan BB
  4. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
  5. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
  6. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
  7. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

 

 

 

 

  1. FOKUS INTERVENSI
  2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)

Tujuan :

Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil   :

meningkatkan masukan oral.

Intervensi       :

  1. Dapatkan riwayat diet
  2. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
  3. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
  4. Gunakan alat makan yang dikenalnya
  5. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
  6. Sajikan makansedikit tapi sering
  7. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

 

 

  1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)

Tujuan :

Tidak terjadi dehidrasi

Kriteria hasil :

Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.

Intervensi       :

  1. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
  2. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
  3. Ukur haluaran urine dengan akurat

 

  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).

Tujuan :

Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :

kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal

Intervesi         :

  1. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
  2. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
  3. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
  4. Alih baring
  5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

Tujuan           :

Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:

suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi      :

  1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
  2. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
  3. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
  4. Beri antibiotik sesuai program

 

  1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)

Tujuan :

pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

Kriteria hasil:

Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.

Intervensi      :

  1. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
  2. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
  3. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
  4. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

 

  1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).

Tujuan :

Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

Kriteria hasil   :

Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.

Intervensi       :

  1. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
  2. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
  3. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
  4. Berikan mainan sesuai usia anak.

 

 

  1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)

Tujuan :

Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil   :

Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.

Intervensi       :

  1. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
  2. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
  3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).

Tujuan :

Kelebihan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil :

Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.

Intervensi       :

  1. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
  2. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
  3. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
  4. DAFTAR PUSTAKA
  5. Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC
  6. Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC
  7. Carpenito, L. J, 2001, Hand book of nursing diagnosis, 8-e (buku saku diagnosa keperawatan, 8-e), Alih bahasa monica ester dkk, Jakarta, EGC
  8. Doengoes ME, 2000, Nursing care plans guide line for planning and documenting patien care, edisi 3, alih bahasa I made kariasa, Jakarta, EGC
  9. Nelson, & behrman, kliegman, 2000, Nelson teks book of pediatric 15/e, vol. 2, Ed 15, alih bahasa A Samik Wahab, Jakarta, EGC
  10. Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11
  11. Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih bahasa monica ester, Jakarta, EGC

askep nefrotic sindrome anak. doc

AskepApendisitis. doc

Posted: December 3, 2014 in Uncategorized

AskepApendisitis. doc

askep transpalntasi ginjal. doc

Posted: December 3, 2014 in Uncategorized

askep transpalntasi ginjal. doc

askep dhf

Posted: December 3, 2014 in Uncategorized

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DHF

 

A.    Pengertian

DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES AEGEPTY )

 

B.     Penyebab

Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes Aegepty )

 

C.    Tanda dan gejala

Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :

  • Meningkatnya suhu tubuh
  • Nyeri pada otot seluruh tubuh
  • Suara serak
  • Batuk
  • Epistaksis
  • Disuria
  • Nafsu makan menurun
  • Muntah
  • Ptekie
  • Ekimosis
  • Perdarahan gusi
  • Muntah darah
  • Hematuria masih
  • Melena

 

  1. Klasifikasi DHF menurut WHO

Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )

 

Derajat II

Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

 

Derajat III

Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan  lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )

 

Derajat IV

Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

 

Pemeriksaan Diagnostik

  • Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
  • Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
  • Rontgen Thorac = Effusi Pleura

 

F.     Penatalaksanaan
  • Medik
  1. DHF tanpa Renjatan
  • Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari )
  • Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
  • Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
  • Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

 

B.     DHF dengan Renjatan

  • Pasang infus RL
  • Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
  • Tranfusi jika Hb dan Ht turun
  • Keperawatan
  1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
  • Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
  • Observasi intik output
  • Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
  • Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
  • Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

 

  1. Resiko Perdarahan
  • Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
  • Catat banyak, warna dari perdarahan
  • Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal

 

  1. Peningkatan suhu tubuh
  • Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
  • Beri minum banyak
  • Berikan kompres

 

 

 

 

 

 

F. Asuhan Keperawatan pada pasien DHF

Pengkajian

  • Kaji riwayat Keperawatan
  • Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan , mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot dan tanda – tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran )

 

Diagnose Keperawatan

  1. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
  2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
  4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksivirus
  5. Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak

 

Perencanaan

  1. Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
  2. Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekwat
  3. Anak menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
  4. Keluarga menunjukkan kekoping yang adaptif

Implementasi

  1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
  • Mengobservasi tanda – tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
  • Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun – ubun cekung, produktie urin menurun
  • Mengobservasi dan mencatat intake dan output
  • Memberikan hidrasi yang adekwat sesuai dengan kebutuhan tubuh
  • Memonitor nilai laboratorium : elektrolit / darah BJ urin , serum tubuh
  • Mempertahankan intake dan output yang adekwat
  • Memonitor dan mencatat berat badan
  • Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
  • Mengurangi kehilangan cairan yang tidak telihat ( insesible water loss / IWL )

 

  1. Perfusi jaringan Adekwat
  • Mengkaji dan mencatat tanda – tanda Vital ( kualitas dan Frekwensi denyut nadi, tekanan darah , Cappilary Refill )
  • Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ektremitas ( suhu , kelembaban dan warna )
  • Menilai kemungkinan terjadinya kematian aringan pada ekstremitas seperti dingin , neri , pembengkakan kaki )

 

  1. Kebutuhan nutrisi adekwat
  • Ijinka anak memakan makanan yang dapa ditoleransi anak. Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
  • Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
  • Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
  • Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
  • Mempertahankan kebersihan mulut pasien
  • Menjelaskan pentingnya intake nutirisi yang adekwat untuk penyembuhan penyakit

 

  1. Mempertahankan suhu tubuh normal
  • Ukur tanda – tanda vital suhu tubuh
  • Ajarkan keluarga dala pengukuran suhu
  • Lakukan “ tepid sponge” ( seka ) dengan air biasa
  • Tingkatkan intake cairan
  • Berikan terapi untuk menurunkan suhu
  1. Mensupport koping keluarga Adaptif
  • mengkaji perasaan dn persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress
  • Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar dan identifikasi faktor yang paling mencmaskan keluarga
  • Identifikasikan koping yang biasa digunakan dn seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

 

  1. Pencegahan DHF

Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:

  • Rumah selalu terang
  • Tidak menggantung pakaian
  • Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
  • Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
  • Tutup tempat penampungan air

Perencanaan pemulangan dan PEN KES

  • Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
  • Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
  • Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
  • Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.

Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995

Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267

 

ASKEP ARDS. doc